Pemerintah Percepat Kebijakan Stimulus Perekonomian
Kondisi ekonomi global yang tak menentu, berdampak pada melemahnya ekonomi nasional dan kian mengkhawatirkan setelah nilai tukar rupiah atas dollar menyentuh angka empat belas ribu rupiah.
![]() |
Ilustrasi |
Jakarta, Laras Post - Guna mengantisipasi kondisi ekonomi semakin memburuk, pemerintah terpaksa mempercepat penyusunan empat paket kebijakan stimulus perekonomian Indonesia, mencakup kebijakan fiskal, kebijakan deregulasi investasi, kebijakan energi dan kebijakan pangan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memintanya untuk segera melaporkan progres mengenai keempat kebijakan itu.
Darmin menyebutkan, kementerian diminta presiden untuk lebih fokus terlebih dahulu pada poin kebijakan menyangkut deregulasi aturan yang dinilai menghambat investasi. “Presiden memilih fokus pada deregulasi dulu, Senin atau Selasa dilaporkan,” ujarnya, pada Jumat (4/9/2015) di Jakarta.
Menko Perekonomian menyatakan, akan membahas secara berkala keempat paket kebijakan itu. Mengingat paket kebijakan itu, sangat dibutuhkan untuk menjadi solusi perekonomian nasional.
Mengkhawatirkan
Pelemahan rupiah terhadap dollar beberapa pekan terakhir cukup mengkhawatirkan, hal itu disampaikan mantan Ketua DPR periode 1999-2004, Akbar Tanjung. “Perlu langkah konkret pemerintah untuk menguatkan rupiah,” kata Akbar, pada Jumat (4/9/2015) di Jakarta.
Akbar mengkhawatirkan, nilai tukar rupiah atas dollar yang semakin terpuruk, akan menyeret Indonesia pada krisis moneter seperti yang terjadi pada tahun 1998.
Oleh sebab itu, kata Akbar, menjadi tugas pemerintah bersama-sama dengan lembaga-lembaga perbankan, terutama Bank Indonesia, untuk bisa mengambil langkah-langkah dalam mencegah kemungkinan makin terjadinya kemerosotoan rupiah.
Sementara itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai kondisi ekonomi saat ini, kalau dibandingkan dengan tahun 1998 maupun 2008 jauh lebih baik, namun mengingatkan jajaran pemerintahan harus hati-hati, dan waspada.
“Apapun seperti yang saya sampaikan pada rapat kabinet yang lalu, diperlukan deregulasi besar-besaran dan pembuatan regulasi yang baru yang betul-betul memberikan iklim yang baik pada ekonomi kita dalam waktu yang secepat-cepatnya,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada Sidang Kabinet Paripurna, pada Rabu (2/9/2015) di kantor Kepresidenan, Jakarta.
Lebih lanjut Jokowi menyatakan, perlu mengambil langkah cepat, meskipun data yang ada seperti rasio kecukupan modal, capital equity ratio perbankan Indonesia saat ini masih di atas 20%. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lain, Indonesia juga termasuk yang paling baik di Asia.
“Kemudian juga cadangan devisa, cadangan devisa kita sampai hari ini masih 107 miliar dollar AS, ini mencukupi untuk 7,5 bulan impor kita,” ujarnya.
Jokowi mengungkapkan, rasio utang luar negeri Indonesia sebesar 34%, juga masih sangat jauh dari rasio yang ada di tahun 1998 yaitu diatas 120%. “Namun kondisi-kondisi seperti itu, jangan justru membuat kita tidak hati-hati. Kita harus hati-hati, harus jaga-jaga, kita harus waspada dan semua jurus harus dikeluarkan,” tuturnya.
Undang Ekonom
Sebelumnya untuk mencari solusi penanggulangan ancaman krisis ekonomi, sebelumnya, Presiden Joko Widodo, mengundang para ekonom ke Istana Negara.
Usai melakukan pertemuan dengan presiden, Ekonom dari Center of Reform on Economic (CoRE), Hendri Saparini mengaku, dirinya kepada Presiden menyampaikan, bahwa harus ada kebersamaan dalam mengatasi masalah perekonomian dalam kondisi saat ini.
Menurutnya, Indonesia bukan dalam kondisi yang sangat buruk sekarang ini semestinya. “Kita masih mampu tumbuh dan berpotensi di dalam negeri. Hanya bagaimana menyelesaikan ini secara bersamaan, tidak bisa parsial,” katanya kepada wartawan, pada Senin (31/8/2015) di Istana Presiden di Jakarta.
Ia juga menekankan masih ada sejumlah instrumen yang belum diimplementasikan pemerintah untuk memperbanyak pasokan dolar di dalam negeri, misalnya, dengan memanfaatkan hubungan bilateral dan meminta pinjaman dari lembaga-lembaga multilateral.
Namun menurutnya, presiden merasa belum perlu untuk melakukan hal itu dan lebih memilih untuk mengoptimalkan potensi dalam negeri.
“Presiden justru menyampaikan bahwa itu belum kita perlukan, masih banyak cara yang bisa kita lakukan. Kalau sektor usaha kita gerakkan, dalam berbagai kondisi perlambatan ini, ada insentif-insentif yang diberikan secara fokus itu akan bisa mendorong ekonomi kita,” ujarnya menirukan presiden.
Sedangkan ekonom Arif Budimanta menegaskan soal rencana paket kebijakan yang akan dikeluarkan untuk menghadapi kondisi ekonomi yang terjadi.
“Kami bicara secara umum tidak secara sektoral tetapi yang kita diskusikan bagaimana agar paket kebijakan memperhatikan bauran dari kebijakan moneter, fiskal dan sektor riil,” katanya.
Di sisi lain ekonom Prasentiantoko mengatakan paket deregulasi sedang disiapkan pemerintah dan akan dikeluarkan dalam pekan ini.
“Dalam jangka pendek, kepercayaan asing ini tidak tergerus lebih dalam lagi sehingga likuditasnya pemerintah ini berada dalam situasi yang baik dan usaha-usaha untuk menambah itu diindentifikasi dengan cukup detail,” katanya.
Ekonom yang diundang oleh presiden diantaranya, Djusman Simanjuntak, Tony Prasentiantono, Prasentiantoko, Anton Gunawan, Hendri Saparini, Poltak Hotradero, Yopie Hidayat, Imam Sugema, Arif Budimanta Yanuar Rizky, Yose Rizal dan Destry Damayanti.
Presiden Joko Widodo sendiri didampingi oleh Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki, dan Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis Kantor Staf Kepresidenan Purbaya Yudhi Sadewa. (tim)
No comments
Terimakasih, apapun komentar anda sangat kami hargai